TROPEDO.ID — Isu dugaan mafia tanah kembali mencuat di Bangka Selatan. Kali ini, Muhammad Rosidi, Kuasa Pendamping Aktivis Pamsh Basel, menyuarakan adanya mal-administrasi serta cacat hukum dalam penerbitan Surat Pengakuan Penguasaan dan Pemilikan Atas Tanah (SP3AT) oleh oknum kepala desa dan juru ukur. Kasus ini terungkap pada Senin, (24/6/2024).

Rosidi mengungkapkan bahwa penerbitan SP3AT tersebut digunakan sebagai dasar untuk menggugat warga secara perdata di Pengadilan Negeri Sungailiat. Ia menegaskan bahwa penerbitan dokumen tersebut dilakukan tanpa izin dan tanda tangan dari pihak-pihak yang berbatasan di sebelah barat dan timur.

“SP3AT yang diterbitkan tidak ada izin dan tidak ada tanda tangan dari pihak-pihak yang berdampingan sebelah barat dan timur,” jelas Rosidi.

Ia juga menambahkan bahwa dasar gugatan dari SP3AT yang terbit dari surat warisan yang dikalim penggugat, bukan dari surat keterangan tanah. Selain itu, dalam surat warisan yang mereka klaim, terdapat enam sertifikat yang terbit dan yang berasal dari warisan cuma satu sisanya lima bukan dari surat warisan.

Rosidi meminta Bupati Bangka Selatan untuk segera membentuk tim evaluasi guna mengkaji ulang dan mengevaluasi SP3AT yang diterbitkan.

“Kalau memang diduga cacat hukum, mohon dicabut SP3AT yang telah terbit. Tetapi jikalau pihak kades tak mau mencabut SP3AT, patut dipertanyakan ada apa?” tegas Rosidi.

Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangka Selatan, melalui Staf Penata Pertanahan di Seksi Penetapan dan Pendaftaran Hak, Moh Nizar Sabri, mengungkapkan bahwa masalah ini seharusnya dapat diselesaikan melalui musyawarah terlebih dahulu.

“Berhubung sudah bergulir ke meja hijau, mudah-mudahan ada solusi terbaik dari majelis hakim,” kata Nizar.

Nizar juga menyayangkan bahwa kasus ini telah dibawa ke pengadilan tanpa melibatkan BPN atau mengetahui sejarah kronologi kasus tersebut.

“Kami dari BPN sangat menyayangkan sudah sampai ke pengadilan dimana status sudah bersertifikat dan BPN tidak di libatkan atau tidak mengetahui sejarah kronologi di pengadilan,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sadai, M. Amin, menyatakan bahwa pihaknya menunggu proses yang sedang berlangsung di pengadilan.

“Kami menunggu hasil proses yang sudah bergulir di pengadilan,” ucapnya singkat.

Kasus ini mencerminkan kompleksitas persoalan pertanahan di Basel yang sering kali melibatkan berbagai pihak dan memerlukan prosedur ketat untuk menghindari konflik hukum. Evaluasi dan kajian mendalam oleh pihak berwenang sangat diperlukan untuk memastikan keabsahan dokumen dan penyelesaian yang adil bagi semua pihak.

Sistem administrasi pertanahan di Bangka Selatan memang memerlukan pembenahan. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerbitan dokumen pertanahan. Tanah merupakan aset berharga yang sering kali menjadi sumber konflik, sehingga pengelolaannya harus dilakukan dengan cermat dan sesuai aturan hukum.

Muhammad Rosidi berharap agar kasus ini bisa menjadi pelajaran dan mendorong perbaikan sistem administrasi pertanahan di Bangka Selatan. Mereka juga berharap agar pemerintah setempat lebih tanggap dan cepat dalam menindaklanjuti laporan-laporan mengenai dugaan pelanggaran hukum dalam bidang pertanahan.

Bagi masyarakat Bangka Selatan, masalah ini menambah daftar panjang kasus sengketa tanah yang memerlukan perhatian serius. Ke depan, diharapkan adanya mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang lebih efektif dan efisien, serta penegakan hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat.

Sebagai penutup, mari kita berharap bahwa kasus ini segera menemukan titik terang dan keadilan dapat ditegakkan. Persoalan pertanahan harus diselesaikan dengan cara yang bijak, adil, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku demi terciptanya kedamaian dan keadilan bagi seluruh masyarakat,” terangnya.

 

 

(Ra/red).