Meningkatnya Politik Uang di Pemilu 2024?
Opini Publik
Oleh: Deisya Raga Hidayat
Pada era demokrasi, politik menjadi sorotan utama masyarakat. Namun, yang menjadi perhatian serius adalah praktik politik uang, terutama dalam modus pengumpulan KTP. Tindakan ini tidak hanya merusak integritas demokrasi, tetapi juga dapat menimbulkan ancaman hukuman pidana.
Praktik politik uang telah lama menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Namun, ketika terkait dengan pengumpulan KTP, dimensi kekhawatiran semakin mendalam. Penggunaan identitas warga untuk kepentingan politik bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga menempatkan masa depan demokrasi dalam bahaya.
Menghadapi hari pencoblosan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Calon Anggota DPR, DPRD, dan DPD, aroma politik uang mulai terasa kian kuat. Meskipun sebagian warga menyambut pesta demokrasi ini dengan harapan tinggi, tidak sedikit yang masih acuh terhadap dinamika politik.
Dalam upaya untuk memahami lebih jauh, kita harus mengungkap modus operandi politik uang yang melibatkan pengumpulan KTP. Para pelaku seringkali menggunakan uang, iming-iming bantuan sosial atau proyek pembangunan sebagai jebakan. Ini menjadi ancaman serius karena mengarah pada ketidaksetaraan akses politik di masyarakat.
Ancaman Pidana: Upaya Melindungi Integritas Demokrasi
Pemerintah, melalui undang-undang yang ada, tentang regulasi anti politik uang, seperti Pasal 523 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, menjadi benteng penting untuk menolak godaan tersebut.
Money politics dapat di berikan sanksi tegas terhadap praktik politik uang. Pidana bagi pelaku politik uang yang menggunakan modus pengumpulan KTP mencakup denda yang signifikan dan bahkan hukuman penjara. Langkah-langkah ini diperlukan untuk menjaga integritas demokrasi dan melindungi hak suara setiap warga negara.
Sanksi yang Tegas: Ancaman Bagi Pemberi Uang dan Calon
Regulasi yang ada memberikan sanksi tegas terhadap pelaku politik uang. Pemberi uang dapat dikenakan pidana kurungan dan denda, baik selama kampanye, masa tenang, maupun masa pungut hitung. Sementara bagi calon yang terbukti terlibat dan dihukum secara inkrah, pembatalan calon sesuai Pasal 284-285 Undang-Undang Nomor 7 menjadi ancaman serius.
Pemilihan Pemimpin: Menyematkan Harapan pada Sosok yang Berkualitas
Dalam menentukan pemimpin kedepannya, masyarakat diharapkan untuk mempertimbangkan beberapa aspek kunci yang tidak hanya mencakup sosok pigur, tetapi juga integritas dan kapabilitas
1. Sosok Pigur yang Menginspirasi
Sosok pigur pemimpin memainkan peran penting dalam membentuk citra kepemimpinan. Seorang pemimpin yang dapat menginspirasi masyarakat, memberikan teladan positif, dan memiliki visi yang jelas dapat menjadi kekuatan penggerak bagi kemajuan bersama.
2. Integritas yang Tak Terkoyak
Integritas adalah fondasi utama dalam kepemimpinan. Masyarakat diharapkan memilih pemimpin yang memiliki integritas yang tak terkoyak, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang diambil.
3. Kapabilitas yang Teruji
Kapabilitas dan keahlian dalam memimpin merupakan aspek krusial. Seorang pemimpin yang memiliki rekam jejak teruji, pengalaman yang memadai, dan keterampilan kepemimpinan yang efektif akan lebih mampu menghadapi tantangan kompleks yang mungkin muncul di masa depan.
Pentingnya Partisipasi Aktif
Dalam mengejar harapan terhadap pemimpin yang berkualitas, partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemilihan menjadi kunci. Pemilih harus melibatkan diri secara mendalam, memeriksa riwayat calon pemimpin, serta mengajukan pertanyaan yang relevan untuk memastikan bahwa pilihan mereka didasarkan pada penilaian yang matang.(*)
Tinggalkan Balasan