Satu Komando Menjaga Marwah Kiai, Pesantren, dan Nahdlatul Ulama
TROPEDO.ID — Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa, pesantren dan para kiai selalu menjadi pilar moral yang menjaga keutuhan nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Dari rahim pesantren lahir para pejuang, pendidik, dan tokoh bangsa yang tidak hanya berjuang di medan dakwah, tetapi juga di medan pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Maka, menjaga kehormatan kiai berarti menjaga jantung moral bangsa.
Kini, tantangan yang dihadapi para kiai bukan lagi ancaman fisik seperti masa penjajahan dulu. Ancaman itu telah bergeser menjadi serangan naratif—serangan yang datang melalui framing negatif di media, yang menggiring opini publik dengan cara halus namun berbahaya. Ketika penghormatan santri terhadap kiai disamakan dengan feodalisme, atau hubungan guru dan murid direduksi menjadi relasi kuasa, maka sesungguhnya sedang berlangsung upaya sistematis untuk merusak nilai luhur tradisi pesantren.
Perlu ditegaskan, kiai bukan komoditas pemberitaan. Relasi kiai dan santri bukan relasi kekuasaan, melainkan relasi spiritual dan intelektual yang berakar pada keikhlasan, ketulusan, serta pengabdian. Pendidikan pesantren adalah sistem yang menanamkan adab sebelum ilmu, keteladanan sebelum teori. Ketika media menampilkan narasi yang tendensius, hal itu bukan sekadar pelanggaran etika jurnalistik, tetapi juga bentuk penghinaan terhadap warisan budaya dan spiritual bangsa.
Kami di Gerakan Pemuda Ansor memegang teguh dua mandat utama: menjaga NKRI dan menjaga kiai.
Itulah khittah perjuangan yang tidak boleh goyah. Maka, dalam situasi seperti ini, seluruh kader Ansor dan Banser di seluruh penjuru negeri harus berdiri tegak dalam satu komando. Kita tidak menolak kritik, selama disampaikan dengan cara yang beradab dan membangun. Namun, bila marwah ulama dan lembaga pendidikan agama dilecehkan, maka kita wajib tampil membela dengan cara yang bermartabat.
Negara juga harus hadir. Konstitusi menjamin perlindungan terhadap martabat tokoh agama serta lembaga keagamaan. Pemerintah harus memastikan tidak ada pihak yang dengan mudah menghina, menstigma, atau memelintir nilai luhur pesantren demi kepentingan politik atau popularitas media.
Kepada Trans7 dan seluruh insan media nasional, kami sampaikan pesan moral:
Kembalilah pada khittah jurnalistik yang objektif, berimbang, dan mengedukasi. Media memiliki peran strategis dalam membangun peradaban, bukan menghancurkannya. Jangan biarkan institusi keagamaan—yang selama ini menjadi benteng moral bangsa—terseret dalam arus rating dan politik adu domba.
GP Ansor akan selalu berdiri di garda terdepan, memastikan kehormatan kiai dan pesantren tetap tegak di bumi Nusantara. Karena bagi kami, membela kiai bukan sekadar tradisi, tetapi bagian dari jihad kebangsaan.
Penulis: Falih Nasrullah (Wakil Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Kabupaten Bangka Selatan).
Tinggalkan Balasan