OPINI PUBLIK
Oleh: Siti Balqis Alayya
Mahasiswa Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung

TROPEDO.ID — Pasar modal saat ini semakin dikenal oleh masyarakat luas, seiring dengan kemajuan teknologi dan kemudahan akses informasi. Namun kenyataannya, tingkat partisipasi masyarakat Indonesia di sektor ini masih tergolong rendah. Salah satu penyebab utama, menurut saya, adalah kurangnya edukasi keuangan yang merata dan menyeluruh.

Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa investasi di pasar modal hanya cocok bagi mereka yang memiliki modal besar atau latar belakang pendidikan ekonomi. Padahal, kenyataannya investasi kini dapat diakses oleh siapa saja, bahkan hanya dengan modal puluhan ribu rupiah. Sayangnya, kemudahan ini tidak selalu diiringi dengan pemahaman yang memadai. Banyak individu yang terjun ke dunia investasi hanya karena ikut-ikutan, tanpa benar-benar memahami produk yang mereka beli. Hal ini tentu berisiko dan dapat menimbulkan trauma finansial ketika mengalami kerugian.

Edukasi keuangan memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir yang sehat tentang uang, risiko, dan pengambilan keputusan finansial. Ketika seseorang memahami cara kerja investasi serta mampu membedakan produk legal dan ilegal, maka kepercayaan diri untuk berpartisipasi di pasar modal akan meningkat.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai sekitar 49%. Artinya, lebih dari separuh penduduk masih belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai produk dan layanan keuangan. Kondisi ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pendekatan edukatif yang tepat.

Edukasi keuangan seharusnya dimulai sejak dini, baik melalui institusi pendidikan maupun lingkungan keluarga. Sekolah dan kampus memiliki peran strategis dalam memperkenalkan konsep dasar keuangan pribadi, pentingnya menabung, serta cara kerja investasi. Materi ini sebaiknya tidak hanya diajarkan pada jurusan ekonomi saja, tetapi menjadi pengetahuan dasar bagi seluruh siswa dan mahasiswa.

Selain itu, keluarga juga memainkan peran penting. Kebiasaan mengelola uang sebaiknya ditanamkan sejak kecil. Anak yang terbiasa berdiskusi soal keuangan di rumah akan tumbuh dengan pemahaman yang lebih realistis dan bertanggung jawab terhadap uang.

Di era digital saat ini, banyak anak muda belajar keuangan melalui media sosial seperti TikTok atau Instagram. Ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan. Oleh karena itu, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, otoritas keuangan, dan kreator konten agar informasi yang disampaikan tetap akurat, bertanggung jawab, dan tidak menyesatkan.

Edukasi keuangan yang baik bukan hanya menekankan potensi keuntungan, tetapi juga pentingnya memahami risiko, fluktuasi pasar, dan pentingnya kesabaran dalam berinvestasi. Dengan demikian, masyarakat akan menjadi investor yang lebih rasional dan tangguh.

Jika kesadaran dan partisipasi masyarakat di pasar modal meningkat, dampaknya tidak hanya dirasakan secara individu, tetapi juga secara makro. Perusahaan-perusahaan lokal akan mendapatkan akses pendanaan yang lebih luas, perekonomian nasional akan lebih sehat, dan ketergantungan terhadap investor asing bisa dikurangi. Basis investor lokal yang kuat juga dapat menjaga stabilitas pasar di tengah kondisi global yang tidak menentu.

Lebih dari itu, edukasi keuangan juga merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat. Ketika seseorang memiliki pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan, ia memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai kesejahteraan finansial.

Sayangnya, edukasi keuangan saat ini masih belum menjadi prioritas nasional. Program-program literasi keuangan seringkali bersifat musiman, seperti hanya muncul saat Bulan Inklusi Keuangan. Ke depan, saya berharap edukasi keuangan dapat menjadi gerakan yang berkelanjutan, menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang berada di daerah terpencil dengan keterbatasan akses informasi.

Jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang kuat secara ekonomi, maka penguatan literasi keuangan adalah kunci. Edukasi keuangan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Karena dari sanalah akan tumbuh keberanian, kepercayaan diri, dan kesadaran kolektif untuk ikut membangun pasar modal nasional. (Red)