Dugaan Mark Up Proyek Penyediaan Air Baku Sadai Senilai Rp 75 Miliar, Transparansi Anggaran Dipertanyakan
TROPEDO.ID — Proyek Penyediaan Air Baku untuk Kawasan Industri (KI) Sadai di Kabupaten Bangka Selatan, yang dikelola oleh Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Babel, menuai kritik tajam. Proyek senilai Rp 75 miliar yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini diduga kuat mengandung mark up pada sejumlah item pekerjaan, khususnya pada pekerjaan galian.
Menurut sumber terpercaya yang tidak ingin disebutkan namanya, harga galian dalam proyek ini jauh melampaui standar provinsi.
“Mark up paling banyak ada di pekerjaan galian. Harga galian ditetapkan Rp 175 ribu per kubik, padahal harga standar provinsi, termasuk PC arm plus ponton, hanya sekitar Rp 72 ribu per kubik,” ungkapnya, Kamis (9/1/2025).
Lebih lanjut, sumber tersebut menjelaskan bahwa harga yang ditetapkan dalam proyek ini tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Harga galian tidak sesuai SNI. Proyek ini dipaksakan dengan lokasi kecil tetapi anggaran besar, sehingga banyak item pekerjaan seperti galian yang dibuat tidak wajar,” tambahnya.
Selain itu, sumber tersebut menyebutkan bahwa proyek ini mengandalkan air hujan sebagai sumber utama penyediaan air baku untuk kawasan industri, sehingga memunculkan pertanyaan terkait alokasi anggaran yang begitu besar.
“Sebetulnya proyek ini hanya mengandalkan air hujan,” jelasnya.
Proyek dengan nomor kontrak HK.02.01/01/KONST/BWS23.8.7/2023 ini dilaksanakan oleh dua kontraktor, yaitu PT Gala Karya dan PT Graha Anugrah Lestari melalui mekanisme Kerja Sama Operasi (KSO). Selain pekerjaan galian, item pekerjaan lainnya yang disorot adalah pemasangan pipa, pasangan batu gunung, dan aspal, yang juga dinilai menambah beban biaya secara tidak wajar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak media masih berupaya menghubungi Kepala Satuan Kerja PJPA Babel, Yatna, untuk mendapatkan klarifikasi terkait dugaan tersebut.
Pengamat menilai anggaran besar untuk proyek ini tidak sebanding dengan kebutuhan lokasi dan memperburuk persepsi publik terhadap transparansi pengelolaan dana APBN di sektor infrastruktur. Desakan agar pihak berwenang, termasuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta aparat penegak hukum, segera melakukan audit mendalam terus menguat.
Masyarakat berharap pemeriksaan yang objektif dan transparan dilakukan demi mencegah potensi kerugian negara serta memastikan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek-proyek strategis di daerah. (Sumber: KBO BABEL)
Tinggalkan Balasan