DPRD BABEL Mandul Kebijakan Akibat “Onani Politik”
Opini Publik
Oleh: Gilang Virginawan (Pelaku Usaha Jasa Pertambangan)
TROPEDO.ID — Istilah “Onani Politik” kami gunakan untuk menggambarkan perilaku politik DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (BABEL) yang tidak produktif, penuh manuver, namun minim dampak nyata bagi masyarakat. Alih-alih melahirkan kebijakan yang solutif, DPRD BABEL justru sering mempertontonkan tindakan yang tidak membawa perubahan positif.
Beberapa bentuk “Onani Politik” yang kerap terjadi di DPRD BABEL antara lain:
1. Membuat pernyataan politik yang provokatif tanpa tindak lanjut nyata.
2. Melakukan manuver untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
3. Mengabaikan kepentingan masyarakat luas demi agenda sempit.
Fenomena ini bukan sekadar asumsi, melainkan berdasarkan rekam jejak yang dipertontonkan oleh para anggota DPRD BABEL di bawah kepemimpinan Didit Srigusjaya. Tidak jarang pernyataan-pernyataan yang mereka lontarkan justru terkesan provokatif, tidak mendidik, bahkan jauh dari substansi yang seharusnya memberi manfaat. Padahal, selain fungsi konstitusionalnya (pengawasan, penganggaran, dan legislasi), DPRD juga punya tanggung jawab moral untuk hadir memberikan edukasi kepada masyarakat.
Mandul Kebijakan di Tengah Krisis
Dalam dua pekan terakhir, isu ancaman serius terhadap perekonomian BABEL, khususnya sektor pertambangan, menjadi topik utama di desa, warung kopi, forum diskusi, hingga organisasi masyarakat. Ironisnya, DPRD BABEL kembali “menari di atas panggung penderitaan rakyat”. Mereka ingin tampil sebagai pahlawan, padahal kegagalan ini justru lahir dari mandulnya kebijakan mereka sendiri.
Masyarakat jangan tertipu. DPRD BABEL hanyalah kumpulan orang yang lebih sibuk melanggengkan kekuasaan dan memperkaya diri. Terlalu naif jika kini mereka mengaku ingin membela para penambang, sementara selama ini wilayah yang legal sekalipun kerap mereka halangi tanpa alasan jelas.
Contohnya, IUP PT Timah DU 1584 di Laut Berigak. Meski secara legalitas sudah terpenuhi dan bahkan melibatkan masyarakat penambang secara langsung, DPRD BABEL berulang kali meminta agar kegiatan ini dibatalkan dengan alasan yang tak masuk akal.
Padahal, Perda BABEL No. 03 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tegas menetapkan Laut Berigak sebagai zona pertambangan. Ironisnya, kini DPRD justru mewacanakan revisi perda tersebut untuk mengeluarkan Laut Berigak dari zona tambang. Sikap plin-plan inilah yang kami sebut sebagai bentuk nyata “Onani Politik”.
Contoh Lain Mandulnya DPRD BABEL
Kementerian ESDM pada tahun 2024 telah menetapkan 123 Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Provinsi Bangka Belitung dengan luas 8.568,35 hektar. Bahkan, diterbitkan pula Kepmen No. 174.K/MB.01/MEM.B/2024 tentang pedoman penyelenggaraan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Kebijakan tersebut sejatinya menjadi angin segar bagi masyarakat BABEL, khususnya penambang rakyat. Namun, hingga kini DPRD BABEL tidak menunjukkan peran nyata untuk menindaklanjuti kebijakan strategis itu. Lagi-lagi, mereka mandul dalam menghasilkan solusi.
Saatnya Penambang Rakyat Bersatu
Sudah saatnya penambang rakyat bersatu dan hadir di ruang publik untuk menyuarakan aspirasi. Profesi penambang adalah profesi legal secara hukum dan merupakan bentuk mencari nafkah yang halal. Kita harus membuktikan bahwa penambang tidak selalu antagonis.
Justru sebaliknya, penambang adalah penopang utama ekonomi Bangka Belitung, bagian dari kekuatan ekonomi nasional, sekaligus penopang pengembangan teknologi dunia.**
Tinggalkan Balasan