Didik Irjanto Tipu Warga Bangka Rp530 Juta, Janjikan Anak Lolos Akpol Lewat Jalur Belakang
TROPEDO.ID — Harapan bisa jadi jembatan menuju masa depan. Tapi ketika harapan dibangun di atas janji-janji palsu, ia berubah menjadi jurang kehancuran. Itulah yang dirasakan PN (40), seorang warga Belinyu, Kabupaten Bangka, yang harus kehilangan bukan hanya uang—tapi juga kedamaian rumah tangga—setelah tertipu Rp530 juta oleh seorang pria yang menjanjikan kelulusan anaknya dalam seleksi Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) 2024.
Dengan mata berkaca-kaca dan suara yang sesekali tercekat, PN menceritakan kisah kelam yang menjeratnya ke dalam pusaran tipu daya. Ia ditemui tim Jaringan Media KBO Babel di sebuah warung kopi di Pangkalpinang pada Selasa (24/6). Di tempat yang sederhana itu, ia membongkar cerita yang terlalu berat untuk ditanggung seorang diri.
“Saya hanya ingin anak saya berhasil. Jadi polisi. Saya ingin dia punya masa depan. Tapi ternyata, saya ditipu habis-habisan. Bukan cuma uang yang hilang, keluarga saya juga ikut hancur,” ujar PN lirih.
Janji Mulus dari Orang yang Mengaku Dekat dengan Polri
Segalanya bermula sekitar pertengahan 2024, ketika anak PN mengikuti tahapan seleksi Taruna Akpol. Dalam sebuah pertemuan dengan teman lamanya, Candiawan, PN mengungkapkan kecemasannya soal persaingan ketat dalam seleksi.
Candiawan kemudian menawarkan “bantuan”. Ia mengenalkan seorang pria bernama Didik Irjanto (61), warga Kota Surabaya, yang disebut punya koneksi kuat di internal Polri. Tidak main-main, Didik mengklaim dirinya adalah murid dari tokoh agama kharismatik, Alhabib Muhammad Luthfi bin Yahya, dan punya jaringan yang bisa “membantu mengondisikan” kelulusan.
Tak berhenti di situ, Didik menyodorkan sebuah surat rekomendasi berkop organisasi yang mengaku di bawah naungan Habib Luthfi, lengkap dengan stempel dan tanda tangan. Surat itu bahkan ditujukan langsung kepada Kapolri, memberi kesan bahwa seluruh proses bisa berjalan “aman” selama ada komitmen dari pihak keluarga calon peserta seleksi.
PN, yang kala itu tengah diliputi harapan besar untuk anaknya, tak banyak curiga. Ia mulai mengirimkan uang dalam beberapa tahap ke rekening yang disebutkan Didik. “Totalnya, saya sudah transfer Rp530 juta. Tabungan bertahun-tahun. Bahkan ada yang saya pinjam dari saudara dan teman,” ungkap PN.
Harapan yang Pupus, Penyesalan yang Abadi
Tanggal 20 Agustus 2024 menjadi hari yang tak terlupakan bagi PN. Hari pengumuman kelulusan seleksi Akpol. Anak semata wayangnya tidak tercantum dalam daftar yang lulus. Tak lama setelah itu, Didik tak bisa lagi dihubungi. Semua janji tinggal janji. Semua harapan berubah jadi abu.
“Saat itu saya gemetar. Antara syok, marah, dan malu. Saya coba hubungi dia berkali-kali, tapi semua nomor sudah tak aktif. Saya langsung tahu saya sudah ditipu,” kata PN dengan tatapan kosong.
Tak berhenti sampai di situ, tekanan pun datang dari rumah. Istri PN, yang sebelumnya ikut mendukung dan berharap besar, kini merasa dikhianati. Hubungan rumah tangga mereka memburuk drastis. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi. “Istri saya marah besar. Dia bilang saya terlalu mudah percaya, terlalu ceroboh. Sekarang kami hampir tak saling bicara di rumah,” tambahnya.
Proses Hukum Berjalan, Polisi Dalami Jaringan Pelaku
PN kemudian memberanikan diri melaporkan kasus ini ke Polda Kepulauan Bangka Belitung pada bulan September 2024. Tak butuh waktu lama, Didik Irjanto berhasil ditangkap dan kini telah ditahan oleh kepolisian.
Dalam penyidikan yang dilakukan Subdit II Reskrimum Polda Babel, pelaku dijerat dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. Selain itu, penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk keabsahan surat rekomendasi yang digunakan pelaku untuk meyakinkan korban.
“Kami masih dalami apakah ada jaringan yang lebih luas di balik pelaku, dan akan bekerja sama dengan instansi terkait termasuk ormas keagamaan yang namanya dicatut,” ujar salah seorang penyidik yang tak mau disebut namanya.
Hingga berita ini ditulis, Jaringan Media KBO Babel masih mencoba menghubungi Kabid Humas Polda Babel untuk mendapatkan keterangan resmi seputar perkembangan penyidikan.
Kritik Terhadap “Budaya Jalan Pintas”
Kasus ini menjadi alarm keras terhadap praktik-praktik gelap yang masih membayangi proses rekrutmen institusi negara. Meski sistem penerimaan di Akpol sudah dirancang transparan dan ketat, celah kepercayaan masyarakat terhadap “jalur belakang” masih kerap dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab.
Pengamat sosial Bangka Belitung, Ahmad Ridwan, menyebut bahwa masyarakat perlu lebih waspada terhadap penawaran jalur pintas yang mengabaikan proses resmi. “Selama masih ada mentalitas ‘asal jadi’, akan selalu ada pihak yang memanfaatkan. Akhirnya, bukan hanya hukum yang dilanggar, tapi moral juga hancur,” ujar Ridwan.
Ia juga menyoroti pentingnya ketegasan aparat hukum dalam menindak pelaku penipuan semacam ini agar menjadi efek jera. “Nama tokoh agama pun ikut dicatut dalam kasus ini. Harus ada tindakan tegas, bukan hanya terhadap pelaku utama, tapi juga jaringannya jika ada,” tambahnya.
Harapan yang Tersisa: Keadilan dan Kesadaran
Meski kecewa, PN berharap pelaku dihukum seadil-adilnya. Ia juga berharap tidak ada lagi orang tua yang jatuh dalam jebakan yang sama. “Saya sudah cukup jadi korban. Saya cuma ingin keadilan. Semoga kisah saya jadi pelajaran buat orang lain. Jangan pernah percaya jalur belakang. Jangan gadaikan masa depan anak dengan cara yang tidak benar,” katanya.
Bagi PN, mungkin tak akan ada ganti rugi yang mampu menebus luka hatinya. Tapi ia tetap bertekad bangkit dan memperbaiki kehidupan keluarganya, meski dari puing-puing harapan yang telah runtuh.
“Saya masih punya anak. Saya harus tetap berdiri, meski goyah. Uang bisa dicari lagi. Tapi harga diri dan kejujuran anak saya, itu yang akan saya jaga mati-matian dari sekarang,” ucapnya menutup percakapan. (KBO Babel)
Tinggalkan Balasan