TROPEDO.ID — Kehadiran Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dinilai sebagai instrumen strategis dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) mineral, khususnya timah. Langkah ini diharapkan mampu menjawab tantangan pengelolaan tambang secara legal dan berkeadilan di masa depan.

Calon Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Babel, Yuri Kemal, dalam pernyataannya kepada awak media pada Selasa (19/11/2024), menyebut WPR dan IPR memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertambangan rakyat.

“Ini adalah dua instrumen penting yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas tambang secara legal, aman, dan sesuai peraturan,” ujar Yuri.

Yuri menjelaskan bahwa WPR dan IPR dirancang untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan masyarakat penambang dengan perlindungan lingkungan. Beberapa manfaat dari keberadaan WPR dan IPR di tengah masyarakat antara lain:

1. Legalitas Penambangan
Dengan IPR, masyarakat mendapatkan izin resmi untuk menambang di wilayah yang telah ditetapkan. Hal ini menghindarkan mereka dari stigma sebagai pelaku tambang ilegal.

2. Keberlanjutan dan Pengawasan
WPR memungkinkan pemerintah menetapkan wilayah tambang yang sesuai, sehingga kegiatan penambangan lebih terkendali dan ramah lingkungan.

3. Pemberdayaan Ekonomi Lokal
Legalitas ini membuka peluang bagi masyarakat kecil untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan SDA secara legal.

4. Pengurangan Konflik
Adanya aturan yang jelas mengurangi potensi konflik antara penambang rakyat, perusahaan besar, maupun pemerintah.

Meski demikian, Yuri mengakui ada sejumlah tantangan dalam implementasi WPR dan IPR. Salah satunya adalah proses perizinan yang sering dianggap rumit.

“Proses perizinan membutuhkan berbagai persyaratan administratif yang seringkali menyulitkan masyarakat. Selain itu, pengawasan pasca pemberian IPR juga menjadi kunci agar kegiatan tambang tetap sesuai aturan teknis dan lingkungan,” jelas Yuri.

Ia juga menyoroti masalah tambang ilegal yang masih marak di wilayah tanpa IPR, yang berpotensi merugikan negara dan merusak lingkungan.

Yuri mendorong pemerintah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat terkait manfaat dan proses pengajuan IPR. Selain itu, penyederhanaan regulasi dinilai penting untuk membuat WPR lebih inklusif bagi penambang kecil.

Ia juga merekomendasikan penerapan pengawasan berbasis komunitas, di mana masyarakat lokal dilibatkan dalam pemantauan aktivitas tambang. “Ini dapat meningkatkan akuntabilitas dan membantu menjaga keberlanjutan pengelolaan SDA,” ujarnya.

Yuri optimistis, dengan pengelolaan WPR dan IPR yang baik, masyarakat dapat menambang secara legal, produktif, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. “Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga keberlanjutan untuk generasi mendatang,” pungkasnya. **