Oleh: Deisya Raga Hidayat

OPINI PUBLIK — Menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Pilkada Serentak 2024, suhu politik di tingkat elite kian memanas. Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang bersaing, Erzaldi Rosman Djohan – Yuri Kemal Fadlullah serta Hidayat Arsani – Hellyana, telah memulai langkah-langkah strategis mereka untuk meraih dukungan.

Namun, langkah-langkah tersebut tak jarang diwarnai dengan aksi saling serang dan saling membuka kelemahan lawan. Situasi ini menimbulkan dinamika yang cukup tegang di kalangan elite politik lokal.

Persaingan antara dua kubu ini mencerminkan situasi yang sering kali terjadi dalam politik lokal di Indonesia, di mana rivalitas tak hanya menjadi ajang adu program, tetapi juga diwarnai dengan serangan personal. Kampanye hitam (black campaign) dan kabar burung (hoaks) sering kali digunakan sebagai alat untuk menggerus elektabilitas lawan.

Hal ini menunjukkan bahwa kontestasi politik di Bangka Belitung tidak hanya berfokus pada visi dan misi pembangunan, tetapi juga pada bagaimana melemahkan lawan dengan berbagai cara.

Dalam konteks ini, partai-partai pengusung masing-masing calon juga memainkan peran penting. Mereka menjadi ujung tombak dalam strategi kampanye, baik melalui pendekatan ke konstituen maupun melalui manuver politik yang melibatkan elite partai di tingkat nasional. Komunikasi politik yang intens di antara elite-elite ini sering kali menambah panasnya suhu politik di daerah.

Namun, menariknya, ketegangan politik di tataran elite ini tidak merembet ke akar rumput. Di kalangan masyarakat umum, percakapan terkait Pilgub masih cenderung datar dan tidak memicu polarisasi yang signifikan. Obrolan politik di warung-warung kopi, hingga pangkalan ojek masih minim membahas isu-isu politik. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, masyarakat Bangka Belitung mungkin masih dalam tahap wait and see, di mana mereka belum melihat urgensi untuk terlibat secara aktif dalam pembicaraan politik.

Kedua, dengan adanya berbagai isu lain yang lebih mendesak seperti ekonomi dan kesehatan, perhatian publik belum sepenuhnya tertuju pada Pilgub. Terakhir, masyarakat mungkin juga merasa jenuh dengan drama politik yang terjadi di tingkat elite, sehingga memilih untuk tidak terlalu terlibat dalam dinamika yang ada.

Tantangan ke Depan

Meskipun saat ini situasi di akar rumput relatif tenang, bukan berarti tidak ada potensi perubahan. Seiring dengan semakin dekatnya hari pemilihan, intensitas kampanye di lapangan bisa meningkat.

Para tim sukses dari masing-masing pasangan calon diperkirakan akan semakin gencar dalam meraih simpati publik, yang dapat memicu diskusi politik di kalangan masyarakat. Dalam konteks ini, pengaruh media sosial dan media massa akan sangat menentukan dalam membentuk opini publik.

Selain itu, penting juga untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya polarisasi di kalangan masyarakat. Polarisasi bisa muncul jika kampanye mulai menyentuh isu-isu sensitif yang dapat memecah belah masyarakat, seperti identitas agama, etnis, atau kelas sosial. Oleh karena itu, peran dari lembaga penyelenggara pemilu, aparat keamanan, dan tokoh masyarakat menjadi sangat penting dalam menjaga kondusivitas situasi.

Pilgub Bangka Belitung 2024 menjadi ajang kontestasi politik yang dinamis, terutama di tingkat elite. Namun, sampai saat ini, ketegangan tersebut belum menyebar ke masyarakat luas. Meski demikian, kewaspadaan tetap diperlukan untuk menjaga agar suhu politik yang panas di kalangan elite tidak memicu konflik horizontal di akar rumput.

Peran serta semua pihak dalam menjaga etika politik yang sehat dan menjaga kedamaian masyarakat menjadi kunci utama dalam menyukseskan Pilgub ini.

Dengan demikian, masyarakat Bangka Belitung diharapkan dapat tetap tenang dan rasional dalam menyikapi berbagai dinamika politik yang terjadi, sehingga Pilgub 2024 dapat berlangsung dengan aman, tertib, dan damai. (*)